Rabu, 14 Maret 2012

Api Besar & Api Kecil

Cukup lama aku mebutuhkan waktu untuk merenungkan banyak hal.
Menyaksikan kedahsyatan Bapa.
Harus aku akui akhir-akhir ini waktuku banyak terbuang untuk terdiam, berdiam, dan diam.
Mungkin memang sudah saatnya aku harus mendengar dengan hatiku dan bicara lewat mataku.
Jadwalku menjadi berantakan, aku menjauhi dunia entah untuk apa.
Meskipun aku tak tahu hingga detik inipun, tetapi saat ini "reborn" adalah motto hidupku.

Aku tak mau dikuasai dunia, karena aku punya Penguasa dunia.
Mungkin Bapa sedikit mengernyitkan dahinya menyaksikan anakNya yang nakal ini jatuh lagi, jatuh lagi, terjatuh lagi, lalu bangkit menjadi jauh lebih kuat saat telunjuk dan jempolNya membentuk simpul dan menyentil telingaku dengan gemasnya.

Perasaan dan hal-hal yang terkait dengannya adalah yang paling sulit untuk diatasi, sendirian.
Tapi pada kenyataannya, kamu dan aku HARUS bisa.
Tentu saja sendirian. Selesaikan masalah perasaan itu sendirian.

Mengapa begitu?
Ya, tentu saja karena yang mengerti tentang rasa dan perasaanmu itu hanya dirimu sendiri dan Tuhanmu.
Lalu apa lagi?
Selesaikanlah segera.
Semudah itu?
Iya.
Karena kamu punya kekuatan terbesar dalam dirimu, yaitu Iman dan Pengharapan.
Duo yang tak bisa dipisahkan, bukan?

Beberapa topik dan isi renungan yang aku baca beberapa hari ini sungguh membuatku tercengang dan menjadikan aku mengerti apa itu maknanya DIAM.
Bukan "diam" dalam makna yang umum, tetapi diam dalam artian "merenung" dalam.
Heran sungguh heran, kenapa setelah seharian kualami dan terjadi sesuatu yang mendewasakan pikiran dan hatiku, serta mengajariku banyak hal, justru saat dinihari menjelang segala sesuatunya itu tertulis dalam tema renunganku.
Benar. Persis seperti apa telah terjadi sebelum renungan itu kubaca.
Itu sebabnya sekarang aku tahu apa rasanya ketika kita "menangkap basah" kedahsyatan Tuhan.

Salah satu tema yang sungguh menarik perhatianku, disamping karena hal itu memang terjadi, bahkan baru saja terjadi adalah "Pakai Api Kecil".

Apa itu?

2 Timotius 2 : 24 - 25 berkata, " Sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang. Ia harus cakap mengajar, sabar  dan dengan lemah lembut dapat menuntun orang yang suka melawan, sebab mungkin Tuhan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan memimpin mereka sehingga mereka mengenal kebenaran. "

Sulit memang untuk mengakui bahwa terlalu banyak diantara kita yang melakukan "penghakiman" atas orang lain.
Akupun tak luput, karena aku yang dulu adalah si "hakim" yang kejam.
Mataku menghakimi dengan kejam, bibirku menghakimi dengan teguh, tanganku menghakimi dengan terselubung.
Tapi itu semua sudah dihancurkanNya dengan kuasa luar biasa.
Aku hancur, dilebur dengan panas luar biasa, dibentuk, dan dijadikan baru.

Sekalipun aku adalah salah satu "pesakitan" saat aku dihakimi mereka yang sungguh aku kasihi.
Tapi itu adalah masa laluku.
Sekarang aku mengerti tentang semuanya itu.
Sungguh indah karena ternyata itulah cara Tuhan yang paling indah untuk menjewer telingaku.
"Apa yang kita perbuat dengan tulus seringkali dibalas orang lain dengan SANDIWARA."
Tetapi bagiku setiap ketulusan tidak akan menjadikan kita rugi dan miskin.
Tetapi menjadikan kita kaya akan arti kehidupan.

Aku sungguh tak percaya saat mereka menghakimi seorang teman sekelas.
MEREKA dan SEORANG.
Ya, kamu pasti bisa melihat perbandingannya, bukan?
Menyedihkan jika kamu ada diposisi "seorang" diantara "mereka".
Aku pernah. Dan aku bersyukur karena pernah mengalami itu.

Sebenarnya ada 2 penyebab mengapa kamu "dihakimi".

Pertama, karena mereka merasa risih dengan kepribadianmu yang indah dan hidupmu yang penuh sukacita.
Ini fakta, bahwa hal ini sederhananya dinamakan "iri hati dan dengki".
Mereka ingin sepertimu, tetapi kamu sangat sulit "ditiru".
Lalu mereka mencoba menjadikanmu hancur perlahan, tetapi itu semua gagal dan akhirnya mereka mencoba jalan pintas, KEKERASAN VERBAL.
Bukan dengan cara menarik ujung rambutmu sejauh mungkin, tetapi berusaha menginjak-injak mentalmu dengan harapan berhasi menjadikanmu depresi dan HANCUR.
Ingatlah. Seorang PEMBENCI akan terus menjadi pembenci, membenci mereka yang jauh lebih baik darinya.
Tetapi mereka salah besar. Mereka melupakan kekuatan TERBESAR dari HAKIM ter-MULIA di jagad raya ini, yaitu Tuhan. Bapamu yang memandang dari istanaNya di Sana.

Kedua, karena kesalahanmu sendiri.
Sadar atau tidak, banyak diantara kita yang tak luput dari yang namanya "gosip".
Ya, si tukang gosip dengan ucapan-ucapan PANAS yang dilontarkannya dari bibirnya sendiri yang akan menusukkan racunnya kedalam dirinya sendiri.
Sejujurnya " gosip adalah fakta yang tertunda ".
Banyak orang yang merasa risih digosipkan macam-macam lalu lekas-lekas berang dan mengamuk.
Mengapa marah jika semuanya itu TIDAK BENAR ?
Gosip akan terkubur dengan sendirinya jika ia memang PALSU.

Lucunya, banyak orang yang rela mengotori tangannya, hatinya, pikirannya, mulutnya, dan buku kehidupannya hanya untuk menghakimi orang dalam sebab ke-2 itu.
Saat kita menghakimi, apakah kita cukup suci untuk berucap, " Kau." "Kau!" "Kau..!"
Sudah pantaskah kita untuk tidak DIHAKIMI oleh si pesakitan?
Faktanya adalah SIAPA YANG BERANG OLEH PERKATAAN ORANG LAIN TENTANGNYA ADALAH DIA YANG MENGAKUI BAHWA PERKATAAN ITU MEMANG KEBENARAN.
Cukup jelas, bukan?

Lalu bagaimana denganku?
Aku adalah si pesakitan yang dihakimi atas sebab pertama.
Yang ini adalah penghakiman dunia yang terkejam dan terpahit.
Ketulusan dan kebaikan dibalas air tuba.
Haruskah aku dendam?
Untuk apa? Aku hidup untuk bersukacita dan bermegah atas kasihNya.
Itu semua sudah lebih dari cukup.

Seorang teman dihakimi oleh mereka yang menamakan kelompoknya itu "persahabatan".
Tapi sesungguhnya diantara mereka pun saling menghakimi dan saling melempar fitnah satu dengan yang lainnya.
Aku tahu, karena aku terlalu "tahu" untuk berkata, "aku tak tahu".
Mudah memang untuk meremukkan lidah mereka satu persatu andai saja aku mau.
Mengadu domba mereka, menghancurkan mereka satu persatu.
Tapi untuk apa?
Sukacitakah aku karenanya?
Mereka memang bangga berhasil membunuh karakter si teman.
Tetapi banggakah Tuhan terhadap mereka?
Air mataNya mengalir melihat anak-anakNya menistakan kasih dariNya.

Jika kamu merasa seseorang itu pantas untuk ditegur karena lakunya, maka bukankah teguran itu lebih indah dan ampuh jika disampaikan dengan respek dan penuh rasa hormat, didasari kasih, dan disertai dengan teladanmu atas apa yang menurutmu salah dari lakunya?
Kita berguru pada teladan api.
dalam ilmu memasak dikenal tehnik memasak dengn api kecil.
Kenapa harus api kecil? Bukankah api besar justru menjadikan masakan cepat matang?
Jawabnya adalah TIDAK.
Api besar justru menjadikan masakan itu gosong di luar tetapi tetap mentah di dalamnya.
Tetapi api kecil menjadikan masakan itu matang sempurna tanpa merusak teksturnya.
Seperti itu pulalah dalam menegur seseorang, teguran yang lembut mungkin butuh waktu yang cukup lama untuk membentuk seseorang menjadi "lahir baru" tetapi kadar akuratisasinya adalah 100 %.
Sedangkan teguran yang MENYERANG pribadinya bukan kesalahannya justru akan menyuburkan dendam di dalam hati orang itu, dan menambah akuratisasi kebebalannya.
Janganlah menegur dengan menjadikannya pendendam atasmu, tetapi jadikanlah musuhmu itu sahabatmu. Karena teguran tertajam adalah menjadikan musuhmu sebagai sahabatmu.
Selalulah ingat bahwa MEREKA YANG SAAT INI TERTUNDUK DENGAN PAKSA DAN BERURAI AIRMATA DIKAKIMU SUATU SAAT AKAN MENYAKSIKAN KEPALAMU TERTUNDUK DI KAKINYA DENGAN LUTUTMU SAMPAI KE TANAH SEMENTARA MATANYA TEGUH MENATAP LANGIT.

Jangan sampai sekali lagi untaian kalimat sakti itu terbukti ditanganmu, kawan.
Sebab mereka yang terpuruk saat ini olehmu ternyata punya potensi paling besar untuk menjadi pembesar di masa depan.

Aku bersyukur karena aku bukan hanya sekedar membacanya, tetapi menyaksikan dan mengalaminya sendiri.
Saat ini aku sungguh rindu agar si teman bangkit dan menjadi semakin tangguh di dalam Dia.
Sekalipun aku pernah tersakiti juga oleh perkatan-perkataannya.
Tetapi karena semuanya itu tidak benar, aku tak pernah ambil pusing.
Saat aku menyaksikan apa yang terjadi padanya, entah mengapa hatiku juga terasa tertusuk sakit sekali.
Mungkin Bapa memang sengaja menghadirkan dia dalam fase kehidupanku ini.
Jika aku ataupun dirimu berhadapan dengan orang, oarang-orang, dan keadaan yang sama juga.
Aku sungguh berdoa dan berharap agar kamu pun bisa melupakan perih hatimu lalu meraih tangannya dan menjadi peneguh dan pelipur baginya untuk bangkit dan sama-sama merasa kuasa Tuhan dalam kejatuhan dan kelemahan.

Sebab di dalam kelemahan dan kejatuhan lah kuasaNya dinyatakan.
Karena sukacita memang selalu ada di dalamNya, maka kelemahan dan kejatuhanmu akan menjadi kesaksian LUAR BIASA juga bagi sesamamu di dalam Dia.

Terpujilah Tuhan, selamat malam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar